Jamaah Haji Mandiri


Dambaan setiap muslim yang menu­naikan ibadah haji adalah memperoleh haji mabrur. Namun untuk mencapai haji yang mabrur tidak semudah yang diinginkan karena untuk mencapainya, salah satu prasyaratnya adalah pemahaman mengenai manasik haji yang utuh. Untuk memperoleh pemahaman tersebut, proses pembelajaran dalam bimbingan manasik haji yang diarahkan pada kemandirian, menuju kesempurnaan ibadah haji sesuai tuntunan ajaran agama Islam, merupakan suatu keniscayaan.

Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas di berbagai sektor kehidupan semakin tinggi, termasuk tuntutan terhadap pelayanan dalam bimbingan manasik haji. Berbarengan dengan itu perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi komunikasi dan in­formasi terus berkembang, menuntut setiap orang termasuk pengambil keputusan pada level manapun berinovasi untuk menyesuaikan dan mengikuti perkembangan tersebut, apabila tidak ingin ketinggalan atau ditinggalkan perubahan itu sendiri.

Mengubah pola fikir (mindset) dan pola tindak (cultureset) pengambil kebijakan dan para pembimbing dari kondisi sekarang yang dirasa belum efektif menuju pada keadaan yang diinginkan di masa depan, yaitu jamaah mandiri, merupakan keharusan. Oleh karena itu, suatu keniscayaan peningkatan dan penyempur­naan pola bimbingan secara terus menerus & berkelanjutan dilakukan, sesuai dengan kondisi dan situasi yang berkembang. Sejalan dengan itu bimbingan terhadap jemaah haji dalam bentuk perorangan, kelompok dan massal hendaknya diarahkan dalam rangka membentuk jamaah haji mandiri. Akan tetapi, bimbingan yang dilakukan saat ini di Kecamatan, Kabupaten/ Kota, Propinsi maupun di Pusat, masih secara tradisional melalui tatap muka dengan hasil kurang efektif.

Pengamatan sementara terhadap dampak pembinaan/bimbingan jamaah haji yang selama ini dilakukan, belum menunjukkan hasil yang optimal. Hal ini dapat diamati dan ditemukan dalam pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi masih adanya ketergantungan jemaah haji ke­ pada petugas atau orang lain, malahan masih terdengar pertanyaan jemaah “setelah melakukan yang tadi (lontar) apalagi yang akan dilakukan”? Juga sering dilihat pada waktu tawaf ketua rom­bongan teriak-­teriak baca do’a diikuti jemaah di belakngnya, ini mengindikasikan tingkat pengetahuan jamaah tentang proses ibadah haji sangat kurang, dan gambaran tidak adanya kemandirian dalam beribadah. Padahal seluruh jamaah haji mendambakan pada satu saatnya nanti setelah selesai menunaikan ibadah haji memperoleh haji mabrur. Haji mabrur tidak akan tercapai manakala tidak didukung pemahaman jamaah haji terhadap manasik dan ibadah lainnya serta dapat melaksanakannya sesuai tuntunan ajaran agama Islam. Hal ini menjadi prasyarat kesempurnaan ibadah haji untuk memperoleh haji mabrur.

Kompetensi
Jamaah haji mandiri adalah jamaah haji yang memiliki kompetensi atau kemampuan memahami manasik haji dan ibadah lainnya, serta dapat menunaikan ibadah haji dengan benar sesuai tuntunan ajaran agama Islam. Bila dirinci kompetensi tersebut ke dalam indikator adalah sebagai berikut:

1) dapat menyebutkan syarat rukun, wajib, sunah dan larangan ibadah haji;

2) dapat melakukan manasik haji dengan benar sesuai tuntunan agama Islam;

3) dapat menyebutkan proses perjalanan ibadah haji;

4) dapat menjaga kesehatan dan keamanan diri sendiri;

5) dapat memenuhi kebutuhan diri sendiri.


Pada sisi lain kompetensi pembimbing akan sangat menentukan keberhasilan bim­bingan. Adapun kompetensi pembimbing yang diharapkan adalah kemampuan memahami proses pelaksanaan ibadah haji dan penerapan metode yang sesuai dengan materi dalam proses bimbingan. Adapun indikator adalah:

1) dapat mengidentifikasi jenis materi bimbingan yang sesuai dengan bentuk
     bimbingan perorangan, kelompok dan massal;

2) dapat menentukan penerapan metode yang sesuai dengan materi dengan
    pendekatan pembelajaran orang de­ wasa;

3) dapat memilih media pembelajaran yang sesuai dengan bentuk bimbingan ;

4) dapat melakukan evaluasi pembelajaran.

Faktor Lingkugan
Berbagai faktor intern maupun ekstern hen­daknya mendapat perhatian, karena akan berpe­ngaruh terhadap tingkat keberhasilan bimbingan. Dengan memperhatikan faktor lingkungan serta keterlibatan semua pihak (tokoh masyarakat, ulama, penyuluh, kelompok bimbingan, mau­pun pejabat pusat dan daerah), berkontribusi dalam mensukseskan keberhasilan bimbingan manasik haji. Apabila dirinci faktor intern yang dapat mempengaruhi kegagalan/keberhasilan bimbingan antara lain sebagai berikut:

1) sangat beragamnya profil jemaah haji; pengetahuan manasik haji, latar
    belakang pendidikan, tingkat sosial, budaya, dan umur;

2) kualitas dan kompe­ tensi pembimbing jemaah haji dalam penguasaan
    metode bimbingan;

3) sarana dan alat bantu bimbingan yang perlu disediakan;

4) kemampuan para penyelenggara bimbingan dalam penyiapan dan proses
    pelaksanaan bimbingan.


Faktor ekstern yang mempengaruhi bim­ bingan antara lain:

1) biaya yang tersedia untuk proses pelaksanaan bimbingan belum memadai;

2) domisili jemaah haji yang tersebar di pelosok, jauh dari lokasi tempat bimbingan;

3) pengaruh lingkungan sosial yang menghambat kelancaran bimbingan;

4) pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.

Langkah Perbaikan dan Penyempurnaan Berangkat dari berbagai faktor tersebut di atas yang mungkin dapat menghambat kelancaran ke­berhasilan bimbingan, maka langkah inovatif dan kreatif perlu dilakukan. Langkah­langkah tersebut antara lain sebagai berikut:

1) menyempurnakan pola pembinaan jemaah haji dengan desain dan struktur
    kurikulum yang disesuaikan dengan tujuan membentuk sosok seorang
    jemaah yang memiliki kompetensi mandiri;

2) meningkatkan kualitas seluruh pembimbing yang ada melalui pelaksanaan
    uji kompetensi dan sertifikasi;

3) me­nyusun dan menyempurnakan materi bimbingan dalam bentuk modul,
    leaflet, booklet, CD, poster, sebagai pegangan pembimbing dan jemaah
    haji, selain buku­buku bimbingan manasik haji yang sudah baku;

4) membuat film instruksional bim­ bingan manasik haji ;

5) memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi sebagai sarana
    pem­binaan dan bimbingan secara optimal seperti; Televisi, Radio,
    Internet dan alat kemunikasi lain­nya;

6) memanfaatkan peluang jemaah haji yang telah mendaftar dengan
    membentuk kelompok bimbingan dan mengintensipkan kursus
    manasik haji secara berkelanjutan.

Komitmen pimpinan dan berbagai pihak sangat menentukan terwujudnya keberhasilan bimbingan. Begitu juga kualitas pembimbing perlu mendapat perhatian pimpinan. Selain dari itu tanpa adanya dukungan anggaran yang memadai mustahil akan terwujud. Insya Allah dengan optimisme yang kuat akan terwujud, jemaah haji mandiri. Amin.


A. M. Fathurrahman*
*) Penulis adalah Widyaiswara Utama pada Pusdiklat Teknis Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, 
    Kementerian Agama RI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar